Advertisement

Main Ad

002. Titik Nol - Antara Ada dan Tiada

 


Berawal dari “ tiada “ menjadi “ ada “, dan selanjutnya dari “ ada “ menjadi “ tiada “, demikianlah siklus kehidupan.

“ Kekekalan hanya milik Illahi Rabbi “

Saya terinspirasi salah satu blogger yang sangat sederhana dan melihat konten blognya sangat menyentuh jiwa, bisa jadi dia adalah sederet sekian banyak yang saya nobatkan jadi guru virtual saya mengingat sampai sekarang belum dipertepatkan untuk berjumpa langsung.

****

Semua orang sejatinya punya pilihan untuk memberikan makna atas kehidupannya, dan pemilihan makna inilah yang akan menjadikan dia merespon atas apa yang ada dalam kehidupannya.

Sebut saja, saat seorang memilih hidup adalah sebuah lelakon, maka ia bisa jadi akan menyerahkan semua hal tanpa melakukan upaya apapun, karena ia menyadari apapun upayanya dan apapun rencananya tidak akan memiliki arti sama sekali dalam hidupnya, ia bahkan meyakini bahwa semua telah menjadi urusan Tuhannya.

“ Salahkah ? “

Artikel ini bukan dalam kapasitas memberikan lebel benar ata salah, karena sejatinya kebenaran hakiki hanya milik Allah Ta’ala, dan tidak ada seorangpun didunia ini yang bisa menentukan perkara benar atau salah kecuali atas pengaruh persepsi dan keyakinan yang ia yakini.

“ Apakah keyakinan kebenaran yang dipilih adalah benar – benar sebuah kebenaran ? “, sekali lagi hanya Allah Ta’ala yang tentunya kelak nanti akan menetapkan kebenaran di yaumil akhir.

“ Apakah pernyataan saya diatas juga kebenaran hakiki ? “

Bagi anda yang muslim bisa jadi akan sepakat dan mengiyakan apa yang saya tuangkan diatas, tapi bagi anda yang berkeyakinan berbeda dengan saya tentu anda memiliki konsep kebenaran yang bisa jadi tidak sama.

“ Jawaban yang benar bagaimana ? “

Kita sama – sama sedang mencari kebenaran hakiki itu, apakah agamamu, atau agamaku, keyakinanmu atau keyakinanku.

Sebagai seorang muslim dalam Al Qur’an jelas ditegaskan untuk perkara ini kita tentu saja bisa berbeda dan saling menghormati dan menghargai apapun persepsi atas kebenaran itu, “ Bagimu agamamu dan bagiku agamaku “.

Jangankan bicara tentang agama, yang sesame satu agama dan keyakinan aja bisa saya memiliki persepsi dan pandangan yang berbeda dalam menerjemahkan kitab sucinya, ada yang membolehkan dan tidak membolehkan bahkan megharamkan.

Maka, pada tahapan ini sebagai manusia sejatinya tidak elok dan tidak semestinya saling menghujat, mengkafirkan bahkan saling mengklaim kebenaran atas satu agama atau kitab suci, bahkan dalam beribadah seolah – olah anda adalah yang maha benar, sementara “ Kebenaran hakiki hanya milik Allah Ta’ala “.

Syarat pembuktian kebenaran atas apa yang kita lakukan dimuka bumi ini ya kelak saat bumi dan seisinya ini hancur ( yaumil akhir ), saat manusia tidak mampu lagi berdebat akan catatan kehidupannya, saat khisab manusia ( muhasabah ) yang ia buat penuh catatan yang terlewatkan, dan saat khisab Allah Ta’ala telah digelar maka kebenaran hakiki yang akan benar – benar terang benderang.


Aziz Amin | MPC INDONESIA
Trainer & Hipnoterapist

Posting Komentar

0 Komentar